Bismilah,
Apa yang kita rasakan bila kita berada di terminal? Ya, tentu saja ramai. Beberapa ibu ibu menggendong penjualan. Berkeliling keliling. Dan menjajakkannya. Kemudian, beratus ratus orang silih berganti. Naik dan turun bis. Belum lagi kondektur kondektur bis yang jumlahnya sangat banyak. Kemudian juga derum mobil yang belum di hitung. Sudah dapat menggambarkan bagaimana kebisingan dan keramaian terminal.
Tapi, ada saja orang yang menggambarkan terminal ituh sepi. Bukan sepi karena sudah tidak di pakai. Di awal mungkin dia menggambarkan keadaan terminal. Dan betul memang terminal ituh ramai. Dia mengakui ituh. Namun, karena hati sedang di landa sepi. Dan kalbu ingin berbicara. Terciptalah puisi bertema sepi di terminal.
Sebelumnya, perkenankanlah aku menberitahu siapakah penulis puisi ini. Perkenankan pula aku untuk tak memberi tahu secara utuh dan semoga kawan bisa menebak.
Dia adalah seorang kelahiran tanah kota. Tapi kemudian orangtuanya menginginkan pindah ke desa. Dia adalah seorang yang masih labil namun sebagian orang menganggapnya dewasa. Tapi, akhir akhir ini ada saja orang yang merasa terkecewa. Dia adalah seorang remaja. Lahir beragama islam. Kotanya adalah Semarang. Dan desanya adalah Grenjeng.
Oke dah, siapa gerangan?
Begini bunyi puisi :
Bising
Ku uraikan nada,
Klakson-klakson di terminal
Lalu lalang kumpulan penguasa jalanan,
Derumerang,
Bising
Ramai
Pastilah
Jiwapun lalu lalang,
Terminal,
Sepi,
Kendati jejalan bau apek penuhi rongga hidung,
Sepi,
Kendati beribu gelombang menampar gendang,
Sepi,
Kendati milyaran CO2 keluar,
Aku nelangsa,
Seribu kepala tak pengaruh
Aku sukma,
Beribu kamenan tak hibur
Terminal,
Meski ramai,
Pun sepi kurasa
Moga menikmati.
Puisi tadi Ia buat sebetulnya karena permintaan teman yang sedang di landa sepi dan sukma. Dia kehabisan ide, karena ia belum berada dalam keadaan itu. Namun, terbesit tiba tiba keramaian terminal, dan pengaruhnya terhadap hati yang sepi. Ia lalu menghubungkan kembali perasaan ketika berada di keadaan seperti itu. Dan terjadilah apa yang terjadi.
Yeah… Mantap puisinya…
Makasii
Assalaamu’alaikum wr.wb, Muhammad…
Sepi adalah teman hidup manusia tika ia memerlukan waktu untuk berasa sepi. walau ia berada di terminal apa pun, dalam kebisingan melanda dan ribut mendera, jika sepi itu lebih mengawali diri semua kebisingan tatap tidak bermakna.
Sepi juga satu keindahan yang bisa membuat kita jadi begitu puitis sehingga terlahirlah puisi yang saya tebak ditulis Muhammad untuka jasa temannya yang kesepian dan tidak tahu mahu berbuat apa-apa dalam mengisi kekosongan hatinya. š Betulkah tebakan saya ?.. hehee
Salam mesra dari Sarikei, Sarawak.
Wa’alaikum salam warohmatulloh wabarokatuh,
hehe, makasih tebaknya yang tak meleset bu fatimah… š
Puisi Yach Heheheheee… Lama G Belajar Gituan kwkwkwk
aku kalau pelajaran puisi malah ngantuk… š
Wah aku bilangin ke Bu guru lhooo….. Buuuu Ni anak Klo pelajaran bahasa indo Nesia Molor melulu kwakakakkk
wkwkwk
Wah Dibilangin malah diketawain Tho anak bandel Yach… š
“sedikit” bandel ajah kok mas.. š
walah kirain lagi ngapain ngomongin terminal, ternyata puisi tohh.. sama ya seperti yang saya rasakan hehehe
kurang kerjaan yah ngomongin terminal ^_^…
kok bisa ya sama?